Senin, 31 Oktober 2011

Bulan Bulan Pertama di Doha

Dalam Takjub bercampur canggung dengan suasana yang serba berbeda,terlalu banyak yang hendak kuceritakan. Aku bingung harus dari sisi mana dulu hendak kumulai goresan ini. karena semua nya muncul dan bersarang di benakku. Mulai dari suasana jalan raya,angkutan umum,pakaian,birokrasi,peraturan lalu lintas,kesehatan,keamanan,tempat tinggal,style,suasana alam,suasana masyarakatnya,pasarnya,harga barangnya,pemerintahnya,makanannya dan banyak lagi yang lainnya. 


Jika ku urut dari awal pendaratan ku di Padang pasir yang kaya raya ini,yang disebut juga negerinya para nabi,tempat kehidupan dan berkembangnya para Unta,tempat tumbuh suburnya pucuk Kurma,dimana orang menyebutnya dengan gurun pasir yang luas,pastinya akan berbeda jauh dengan negara asalku yang subur makmur,gemah ripah loh jenawi.


Ketika keluar dari pemeriksaan imigrasi dan bagasi,kami lansung menaiki taxi yang sudah memajang dirinya dipintu keluar airport. Tidak seperti dinegeriku,yang kita ditunggu oleh banyak sopir tanpa identitas yang jelas (taxi gelap),disini taxi harus keluar sesuai nomor antriannya. tidak ada yang berebut menggait penumpang,dan berpacu ingin duluan.Tarifnya pun sangat jelas. Sepanjang perjalanan,aku hanya sibuk mengamati suasana jalanan yang luas,tapi sama sekali tidak macet. Karena waktu itu pukul 10 pagi,waktunya orang orang menjalankan rutinitas pekerjaan. Apalagi masa itu,jumlah mobil di Qatar,belumlah sebanyak saat ini.Aku benar benar takjub,jalanan yang 4 line itu,hanya dilewati oleh beberapa mobil saja dan sudah bisa dipastikan tidak macet sama sekali.Tapi anehnya,walaupun sepi,dilampu merah mereka tetap berhenti dengan tertib. Tidak ada yang berani melewati garis batas.Belakangan baru ku ketahui,ternyata disetiap lampu merah itu sudah dipasang camera dan denda melewati lampu merah juga tidak lah murah.Sekali melewati lampu merah bayarannya 6000 QR (Enam Ribu Qatar Real)Senilai 15 Juta Rupiah. Mak..kalau dikampung uang sebanyak itu bisa buat membeli sepetak sawah yang cukup luas.Kedengarannya seram sekali. Tapi kadang kadang harus demikian,agar peraturan benar benar bisa menjadi kebiasaan.Karena tidak bisa dipungkiri,dimanapun tinggalnya,orang kebanyakan lebih sayang pada uangnya dari pada dirinya sendiri. Sehingga dia lebih ngeri jika harus membayar denda,dari pada patuh karena memang sayang jika dirinya harus celaka karena melanggar peraturan.Alhasil pemerintah Qatar ternyata lebih faham dengan sifat itu.Yang boleh melewati lampu merah hanya 3 saja,yaitu Ambulance,Pemadam kebakaran dan Polisi yang sedang bertugas.Anehnya lagi,sepanjang perjalanan,sangat jarang kulihat polisi lalu lintas. Segala peraturan seolah olah sudah terdeksi dari kantornya saja.Di beberapa ruas jalan juga sudah dipasang radar dan camera . Baik untuk memantau kecepatan,maupun kecelakaan.MasyaAllah..Canggihnya kampung orang ini..begitulah yang kufikirkan. setiap pelanggaran juga tidak ada yang dibayar di tempat dan tidak juga dengan uang cash.Semua harus dibayar dengan kartu ATM. Jika tidak punya,kita harus beli kartu khusus yang sudah mereka sediakan. Jadi tidak ada istilah damai ditempat atau damai di jalan.Peraturannya sangat jelas.Tegas,tanpa kompromi tapi juga tanpa pilih kasih.


Sesampai di apartemen,suami memperkenalkan segala macam pernak pernik mulai dari perangkat dapur yang serba listrik,mesin cuci yang bisa di stel sesuai kebutuhan,microwave yang bisa di gunakan untuk memanaskan makanan dan memasak kerupuk,sampai kamar mandi yang sudah dibilang lengkap dengan tempat berendamnya. Maklumlah..suamiku tentu faham sekali,kalau isterinya belum pernah dibelikan barang barang secanggih ini.Ndeso (kalau meminjam istilah Tukul Arwana). Maka tidak perlu heran juga ketika suami ku pulang dari tempat kerja,menemui aku sedang ngumpet dalam selimut karena keidinginan. Tetap harap maklum,aku belum terbiasa berkurung seharian dibawah hembusan AC,apalagi AC di Apartemen itu AC Central,yang otomatis dinginnya sama hingga kesudut ruangan..hmm..ndesooooo..ndeso.Ternyata Dingin alami ditanah air ku jauh lebih cocok untuk orang seperti aku..begitulah yang kufikirkan saat itu. Belum lagi kondisiku yang masih Jet lag,membuat waktu belum bisa dikendalikan dengan mataku. Perbedaan waktu 4 jam lebih lama dari Indonesia,membuat aku pukul 5 Sore sudah ngantuk berat,dan tepat jam 2 pagi sudah merasa seperti bangun pagi dan ga bisa tidur lagi. Dita juga pukul 2 pagi sudah bangun dan lansung mandi pagi.Tapi seiring dengan berjalannya waktu,kami mulai terbiasa dengan kondisi ini.


Beberapa hari tinggal diDoha,Dita mulai sekolah,Suami juga kembali bekerja. Tinggallah aku seorang diri. Teman setia hanyalah Laptop dan Televisi. Ouh..sungguh menjenuhkan ,jika tidak cepat aku ikhlaskan diri dan pupuk rasa syukur,karena sangat bertolak belakang dengan rutinitas yang kugeluti selama ini.Pukul 7 pagi,segala aktifitas yang disebut Sumur,dapur kasur,sudah tuntas ku lakoni.Tapi aku berusaha menghibur diri dengan Browsing,nonton You tube,YM an dengan saudara dan teman di Indonesia hingga aku mulai disibukkan oleh yang namanya Facebook.Apa lagi Internet melayani ku 24 jam dalam sehari.Aku makin terhibur dengan semakin banyak teman yang hadir di Facebook.Alhamdulillah..dari negeri entah berantah ini,aku justru bisa lebih bebas berkomunikasi dan mencari teman dan saudara yang sudah lama tak kujumpai. Bagaikan sebuah MLM,aku bertemu karib dan kerabat dari menemui yang satu ke yang lainnya.Ruang waktu yang cukup panjang,dikala anak dan suami menjalankan aktivitas masing masing,aku manfaatkan untuk Silaturrohiim dengan teman dan saudara melalui dunia maya dan dunia nyata untuk teman dan saudara yang satu Apartement.


Beberapa hari di Doha,aku diwajibkan mengurus resident permit. Proses nya melewati tes darah, X tray,dan pemeriksaan kesehatan lainnya.Disini sangat ketat tentang hal yang satu itu. Sedikit aja ada flex atau kelainan yang tidak sesuai standar,kita tidak akan bisa tinggal lama disini. Untuk yang kasus nya tidak parah,kita akan diwajibkan menjalani perawatan khusus di rumah sakit,dan tidak boleh beredar sesukanya hingga benar benar dinyatakan sembuh. Untuk pengobatan,ditanggung seutuhnya oleh pemerintah Qatar.Kadang,konsekwensi ini,justru dimanfaatkan oleh sebagian bangsa lain untuk berobat gratis disini. Alhamdulillah kami semua dinyatakan sehat,jadi tidak perlu deg deg an menjalani perawatan. Selesai masalah Kesehata,kita juga harus di finger print sebelum mendapatkan ID Card dan Resident Permit. Peraturan yang membatasi tempat antara pria dan wanita,membuat aku sedikit canggung dan kurang percaya diri. Maklum,ini merupakan pengalaman pertamaku,mengurus diri sendiri,tanpa didampingi suami berurusan dengan orang yang lidahnya tidak lagi berbahasa Indonesia.Dalam kegamangan,akhirnya selesai juga segala urusan yang mesti kuurus itu.Dan beberapa hari kemudian,aku bisa mengantongi yang namanya ID Card State of Qatar.Dengan 1 ID card ini,segala instansi yang ada di negara ini telah mencatat namaku dan segala yang berhubungan dengan urusan pemerintahan . Baik yang menyangkut kesehatan,perbangkan,imigrasi,dan instansi lainnya.Setiap kegiatan dan urusan yang berhubungan dengan diriku,akan dilaporkan melalui SMS on Line.Maka tidak heran,HP ku akan krang kring jika ada keluarga yang sudah memasuki airport Doha,atau keluar masuk di Abu sambra (Perbatasan Qatar dengan Saudi). Dari sini,barulah kami melaporkan diri ke KBRI,sebagai warga baru yang akan turut bergabung dan tinggal dinegeri ini.


Satu bulan pertama,kami kian kemari masih menggunakan Taxi. Disini tidak ada angkot seperti di negaraku. Yang ada cuma taxi dan Bus yang semuanya ber merk KARWA. Sesekali,kami diajak jalan jalan oleh Om ku yang kebetulan sudah lama disini sejak thn 2000. Pastinya beliau lebih faham tentang kota yang baru kudiami ini. Beliau lah yang pertama memperkenalkan tempat tempat belanja dan tempat lainnya kepada kami.Begitu juga anaknya yang juga sudah punya Lisence disini. Perlahan kami mulai mencoba keluyuran dengan taxi. Dan setelah kubolak balik buku Marhaba (buku panduan tentang Qatar),ternyata ada beberapa Bus yang melewati seputar apartement yang kudiami. Kucoba beranikan diri mengajak suami naik Bus.Awalnya suamiku ragu,karena suatu kali dia pernah naik Bus sebelum aku datang,dan isinya laki laki semua.Tapi setelah kuyakinkan,kami akhirnya mencoba juga. MasyaAllah..ternyata disini wanita benar benar jadi priority. Melihat aku naik,laki laki yang duduk di bangku depan lansung berdiri dan mempersilahkan aku duduk disana bersama suami. (kebetulan waktu itu Dita lagi sekolah,jadi kami pergi berdua saja). Pemandangan langka barangkali bagi orang orang,karena sangat jarang ada wanita yang mau naik Bus.Apa boleh buat,mau menunggu taxi,sangat jarang,kalaupun lewat sudah berisi. Aku benar benar berdo'a dan bernazar,supaya suamiku segera mendapatkan lisence,agar bisa mengendara dan kemana mana dengan mobil sendiri. Tidak harus penuh perjuangan lagi menunggu taxi dan menaiki Bus kota. Mendapatkan Lisence disini,kurasakan melebihi ujian sarjana. Sedikit saja salah,lansung dinyatakan fail,padahal bayaran nya tidaklah sedikit. mencapai 2300 QR,senilai dengan 6,5 Juta Rupiah.Setalah 2x menjalani tes,barulah suamiku lulus,dan dunia kurasakan sangat lega,rasa syukur tak henti hentinya kuucapkan.Dengar kabar dari teman,malah ada yang 7x tes belum lulus juga. Bisa dibayangkan dengan hidup di antara cuaca extrim seperti disini,jika kita tidak punya kendaraan sendiri,sementara angkutan umum pun susah ditemui.Pengalaman temanku,yang punya anak kecil kecil 3 orang,setelah 1 jam menunggu taxi,mereka mondar madir,akhirnya mereka ditanya polisi,"saya lihat anda sekeluarga sudah 1 jam berjalan,apa yang terjadi?".Begitu jeli nya para aparat disini. dia mengira teman ku itu tersesat atau tidak tau tempat tinggal.


Malang tak dapat ditolak,mujur tak dapat diraih,baru beberapa bulan tinggal di Qatar,suatu hari kami sekeluarga ikut meramaikan pertandingan bola kaki antar sesama warga Indonesia di Qatar. Disaat lagi jalan santai di pinggir lapangan,tiba tiba Si semata wayang Dita jatuh disaat main sepatu roda.Pastinya kami semua panik. Kami lansung melarikan ke rumah sakit terdekat.Sesampai di rumah sakit,aku takjub bercampur cemas. Cemas karena memikirkan kondisi Dita,tapi dibalik itu,ada rasa takjub luar biasa dengan cara pelayanan rumah sakit yang lansung menangani Dita dengan serius tanpa bertanya tentang uang satu real pun. MasyaAllah. Mereka tidak memandang aku siapa,dari mana bawa uang atau tidak dan sebagainya.Bahkan pada saat itu juga,mereka lansung memanggil dokter specialis ortopedi. Tidak menunggu lama,dokter yang dalam posisi libur,lansung datang,dan menangani sendiri serta memasang gips ke tangan Dita. Setelah selesai semua,baru mereka bertanya tentang Health Card yang waktu itu belum sempat kami urus. Tapi mereka juga tidak mempermasalahkan,dan bisa memaklumi,karena kami sangat baru disini. dengan berbekal ID Card,kami terbebas dari biaya rumah sakit,yang mana kalau di ukur dengan biaya rumah sakit sekelasnya,di negara sendiri,sudah harus mengeluarkan ratusan ribu rupiah bahkan mungkin jutaan. Alhamdulillah.


Health Card disini sangat bermanfaat sekali. Dengan membayar 100 QR perorang,kita sudah dijamin berobat dari penyakit biasa hingga yang menelan dana paling tinggi,dengan fasilitas rumah sakit berkelas International.MasyaAllah..


Setelah mendapatkan Lisence,barulah kami sedikit lega dan bisa main dan jalan jalan di setiap hari libur anak dan suami. Atau kalau anaknya sekolah,kami terpaksa berkeliaran berdua saja,menelusuri sudut kota,sambil mengenal dan mencari tahu tentang kota yang kudiami ini. Google,Map,Marhaba,menjadi teman setia yang selalu kubalik dan kuintip setiap waktu,untuk mengenali banyak hal.Informasi dari teman dan saudara,juga sangat berperan penting. Yang menjadi sorotan dan berbeda dengan negeriku,di Sepanjang perjalanan tidak banyak papan iklan produk yang terpajang. Justru yang kutemui hanyalah Iklan ikan atau sayuran yang menuliskan if not fresh,don't buy atau if not safe don't do .


Kemanapun pergi,juga tidak ada pak Ogah disetiap persimpangan yang menagik gopek an,tidak juga tukang parkir . Dimanapun kita parkir,bebas asal teratur. Tapi jika salah parkir,dendanya sangat besar,mencapai 500 QR sekitar 1250 000 Rupiah. Dimanapun kita duduk menikamti keindahan kota,tidak ada pengamen dan peminta minta, Kita bisa sepuasnya menikmati pemandangan ataupun tempat tempat bersejarah seperti musium dan lainya,tanpa dipungut biaya. Disepanjang taman dan tempat umum lainnya,yang mondar mandir hanyalah farmer dan cleaning service yang selalu siap dengan alat alat nya,jika ada sampah yang berserakan.


Disini kita juga tidak akan menjumpai kaki lima,apalagi pedagang asongan. Semua toko berderet rapi,dan semuanya harus sudah mengantongi surat izin resmi baik dari departemen perdagangan,maupun dari departemen kesehatan. Untuk salon dan restoran,karyawannya harus lulus sensor dari departement kesehatan. Begitu juga dengan barang barang yang dijual,harus mengantongi sertifikat halal dan sesuai standar kesehatan. Para petugas kesehatan,berseliweran setiap hari dari toko ke toko,memeriksa barang barang dagangan. Jika ada yang melanggar seperti expired,tidak bersih,atau buka sebelum waktu yang ditetapkan,maka akan dikenakan sangsi seperti skorsing malah sampai ditutup dan tidak boleh beroperasi hingga waktu yang ditentukan.


Yang paling berbeda adalah dari segi pakaian. Para laki laki yang kutemui,kebanyakan memakai baju putih,terusan kebawah yang belakangan ku kutahui itu disebut jalabiyah,memakai destar putih yang dibalut dengan tali lingkaran putih dan bersendal agak tinggi. Umumnya kalau siang memakai kaca mata hitam ( Sun Glasses),yang tak obahnya kurasakan seperti kostum anak laki laki yang sedang perayaan khatam Al Qur'an dikampungku. Begitu juga dengan wanitanya,memakai busana hitam menjulai kelantai,dengan lilitan selendang panjang di di belitkan beberapa kali. Wanginya bukan kepalang,sudah bisa tercium dari jarak beberapa meter,dan akan tetap meninggalkan aroma wangi walau sudah beberapa menit berlalu. kalau siang juga mengenakan kaca mata hitam,yang kemudian aku peroleh penjelasan,kalau ternyata,kaca mata hitam bagi wanita disini,bukan cuma melindungi dari matahari,tapi juga menjaga pandangan dari laki laki. Karena sesuai tata cara mereka,tidak boleh melempar pandangan dengan tajam kepada laki laki,karena si laki laki akan menfsirkan lain,apa lagi kalau sampai menatap atau menantang mata laki laki yang bukan muhrimnya.


Yang membuatku semakin berdecak kagum dengan negara kecil ini,ketika kami masih menggunakan taxi sebagai alat transfortasi utama. Suatu ketika,HP suamiku tertinggal di dalam taxi,dan sudah tengah malam baru disadari. Kami coba telephone,barangkali terselip dimana. Tapi sangat mengejutkan,ternyata yang mengangkat adalah sopir taxi itu. Dia bilang,HP itu jatuh kebawah jok,dan sewaktu ada kring,dia mencarinya.Padahal taxi itu sendiri sudah turun naiki oleh banyak orang. Alhamdulillah,besok paginya,si sopir taxi mengantarkan ke Apartement tempat kami tinggal. Temanku juga pernah mengalami ketinggalan Laptop,HP BB,di taman tempat orang banyak bermain dan bersileweran,tapi setalah di cek kembali,jangankan ada yang mengambil.letaknya pun tidak ada yang berubah. Demikian juga jika selesai berbelanja,barang didalam trolly,termasuk tas kita,tidak ada yang mengusik,walau disimpan agak jauh dari kita. Subhanallah...alangkah amannya dunia,jika disetiap pelosok dunia tercipta kejujuran dan keamanan seperti ini.


Aku kesini pada awal memasuki musim dingin. Ternyata dinginnya melebihi kampung halamanku yang menurut orang orang sudah sangat dingin. Musim dingin ini berkisar antara bulan November hingga Februari dan musim panas berkisar bulan April hingga september. diantara itu,merupakan musim peralihan.Jika dingin kadang mencapai 3'C dan jika panas,juga bisa setengah mendidih,malah diatas 50'C,hujan juga kadang setahun hanya 1x,Negerinya diliputi gurun pasir yang gersang.Berbeda sekali dengan kondisi alam negeri ku yang temperaturnya stabil,hujan panas silih berganti,alamnya hijau,pemandangannya indah dengan gunung dan lembah yang berjejer penuh pesona.Tapi berkat kekayaan minyak dan gas alam yang mereka miliki,perlahan gurun yang tandus disulap menjadi bukit bukit kecil yang hijau,dan ditimpali dengan danau danau buatan yang menakjubkan. 


Diawal awal aku belanja makanan disini,harganya cukup mengagetkan,dan sedikit membuat aku berfikir setiap hendak membeli barang dan makanan. Namun logika ku mulai bicara,masalah makan aku tidak bisa toleransi,aku tidak mungkin menahan selera ku,selera anak dan suamiku,hanya karena memikirkan harga. Kutemukan suatu kesimpulan,bahwa kalau untuk makan dan nutrisi,aku harus lebih tolerans dan membebaskan jariku membuka dompet sepuasnya. Karena dimanapun aku berada,masalah makan adalah bagian dari masalah kehidupan dan kepentingan mempertahankan kehidupan. Untuk masalah belanja yang lain,apa lagi pakaian aku masih bisa menunda hingga balik ke Indonesia. Ternyata,kian hari,aku rasakan harga barang terutama dari segi makanan,kian hari disini makin berimbang,terutama bahan mentah. Kecuali makanan matang,masih jauh dengan harga di Indonesia. Alhasil,aku bertekad untuk memperioritaskan diri untuk memasak makanan sendiri,dan mengurangi membeli makanan matang. Karena itu pula,salah satu cara ku membantu suami,mencari nafkah dari dapur ku sendiri. Lumayan,dari sana aku bisa menghemat uang lebih dari separoh jika harus membeli makanan jadi.


Demikianlah sekelumit kisahku disaat memulai hidup di Doha.


Mari berkunjung ke : 
 pertama-ke-luar-negeri.html
 corniche- Wisata pantai-doha.
kisahku menggapai-baitullah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar